Seperti kebanyakan umat Islam yang anti dengan Bank Islam, mereka menjatuhkan vonis berdasarkan info yang salah karena ketiadaan ilmu mengenai perbankan Islam. Coba perhatikan dua contoh di bawah ini.
Contoh kasus 1
Bank Islam membeli sebuah rumah seharga Rp 200,000,000.00, kemudian menjual kepada si pembeli seharga Rp 360,000,000.00 yang bias dicicil selama 30 tahun. Ini berarti setiap bulannya si pembeli mencicil sebesar Rp 1,000,000.00 kepada si Bank Islam sebagai pihak yang menjual.
Contoh kasus 2
Bank konvensional memberikan pinjaman pembelian rumah sebesar Rp 200,000,000.00 kepada si peminjam dan memberikan kesempatan kepada si peminjam untuk mencicil selama 30 tahun. Berapakah yang si peminjam harus bayar setelah 30 tahun?
Pada contoh kasus ke 2, mungkin ada yang bertanya berapa kadar bunga pertahun. Anggap saja bank konvensional memberikan kadar bunganya sebesar 2% per tahun. Dengan diketahui kadar bunga ini, si peminjam bisa menghitung harga rumah yang perlu dibayar setelah 30 tahun yaitu sebesar Rp 200,000,000.00 + Rp 120,000,000.00 = Rp 320,000,000.00. Wow lebih murah dari Bank Islam. Berarti betul Bank Islam itu terlalu mahal.
Tunggu dulu. Perhitungan di atas tidak tepat. Kenapa?
Karena kadar bunga yang harus di bayar setiap tahun tergantung kepada BLR (Base Lending Rate) yang tidak tetap. Kalau tahun ini kadar bunga sebesar 2%, apakah sudah pasti kadar bunga tahun depan juga 2%? Tidak ada yang bisa menjamin, karena itu tergantung dengan BLR yang sering berubah-rubah. Pertanyaannya bisakah BLR dibuat stabil dalam rentang waktu yang lama hingga puluhan tahun? Kalau anda membaca diagram di bawah ini, maka anda akan segera menyadari bahwa BLR adalah sesuatu yang tidak stabil. Berikut ini adalah diagram BLR untuk sebuah negara di Asia Tenggara dari tahun 1991 – 2006.
Coba diperhatikan bahwa kadar BLR dari tahun 1995-1998 melambung di atas 8%. Ini berarti selama 3 tahun anda harus membayar bunga yang sangat tinggi. Mungkin tidak menjadi masalah kalau anda adalah orang berada, tapi lain ceritanya kalau gaji anda pas-pasan. Dalam keadaan krisis ekonomi tersebut kemungkinan besar gaji anda tidak naik selama beberapa tahun, sedangkan biaya hidup semakin meningkat. Belum lagi cicilan rumah yang tiba-tiba meningkat setiap bulannya. Kalau anda terlambat membayar, anda bisa dikenakan penalty yang tinggi oleh pihak bank dan jumlah pinjaman pokok anda bertambah, dari yang semula Rp 200,000,000.00 menjadi Rp 250,000,000.00. Walaupun BLR turun kembali, tidak banyak manfaat kepada anda lagi, karena pinjaman pokok sudah naik.
Untuk lebih jelas, anda bisa melihat tabel di bawah ini. Kalau kadar cicilan Bank Islam di tahun pertama dan kedua saja sudah diketahui. Malah untuk tahun ketiga sampai tahun ketigapuluh, kadar cicilannya adalah tetap. Sebaliknya untuk Bank Konvensional kadar cicilan tidak diketahui karena tergantung dengan BLR.
Mungkin ada yang memberikan hujah, bahwa Bank-Bank konvensional menawarkan kadar cicilan yang tetap, seperti yang tertera di bawah ini:
3 years Fixed Rate
1st – 3rd year : 5.25%
Thereafter : BLR – 1.50%
5 years Fixed Rate
1st – 5th year : 5.50%
Thereafter : BLR – 1.50%
Kalau anda teliti, maka anda akan mendapatkan bahwa hanya beberapa tahun pertama saja kadar cicilannya tetap. Setelah itu tergantung nilai BLR kembali. Kalau anda tidak berhati-hati membacanya, maka anda bakalan terperangkap dengan janji-janji seperti itu.
Pembiayaan Rumah (Bank Islam) | Pinjaman Rumah (Bank Konvensional) |
Tahun Pertama: 2% | Tahun Pertama : BLR – 2.00% per tahun |
Tahun Kedua : 4% | Tahun Kedua : BLR – 2.00% per tahun |
Tahun Ketiga sampai Ke-30: 7% | Tahun Ketiga : BLR – 2.00% per tahun |
Tahun Seterusnya : BLR – 1.60% per tahun |
Sumber:
Mahal dan Murah Antara Bank Islam dan Konvensional : Satu Perbandingan Yang Silap
No comments:
Post a Comment