Kemenangan parpol Islamis pimpinan PM Recep Tayyip Erdogan ini merupakan kali ketiga berturut-turut sejak 2002 di negeri yang masih mengusung prinsip sekuler sejak 1924. Dengan hasil pemilu tersebut, Erdogan kembali dapat membentuk pemerintahan satu partai tanpa harus berkoalisi dengan partai lain terutama dengan partai sekuler, Partai Rakyat Republik (CHP) yang meraih 25,88 % suara.
Kemenangan itu penting artinya bagi negara-negara Muslim kawasan karena akan semakin meningkatkan hubungan dan persekutuan yang mulai terjalin erat sejak AKP muncul sebagai pemegang pemerintahan di negeri itu. Sebelumnya, ketika partai-partai sekuler berkuasa, sebagaimana diketahui, hubungan Turki dengan negeri-negeri Muslim kawasan baik Arab maupun Iran kurang mesra karena lebih mengedepankan persekutuan erat dengan zionis Israel.
Banyak pengamat menilai kemenangan AKP sebagai keberhasilan pimpinan partai ini dalam memajukan Turki di bidang ekonomi. Indikasinya, saat AKP berkuasa, Turki selaku salah satu anggota kelompok 20 negara ekonomi terbesar di dunia (G-20), berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi menggembirakan yang berbuah kebijakan luar negeri yang lebih tegas. Selain itu saat berada dibawah kekuasaan AKP, Turki juga berhasil menurunkan angka penggangguran hingga lebih dari 3% dalam setahun.
Alasan sebagian pengamat itu sah-sah saja, namun alasan yang lebih utama dan sebagai dasar kebangkitan Turki ke depan sehingga kembali menjadi negeri yang diperhitungkan (terutama oleh dunia Barat) adalah alasan budaya (baca: Islam). Yakni kubu Islamis telah memunculkan para pemimpin yang serius dan tidak korup setelah sebelumnya dipimpin oleh kelompok sekuler yang korup.
Dari sekitar 85 % pemilih yang ikut mencoblos dari total pemilih yang terdaftar menunjukkan bahwa rakyat Turki yang mayoritas Muslim lebih condong kepada acuan-acuan Islamis yang diusung AKP ketimbang konsep sekularisme Attaturk. Sebagaimana diketahui, tradisi politik tidak resmi yang berlaku selama ini menunjukkan sulitnya satu partai memenangkan pemilu dua kali berturut-turut, namun AKP membuktikannya tiga kali berturut-turut.
Banyak juga yang secara berlebihan menilai bahwa kemenangan AKP tiga kali berturut-turut sebagai pertanda berakhirnya sekularisme di negeri itu. Penilaian itu, juga sah-sah saja sebagaimana juga banyak yang menilai AKP adalah partai pragmatis yang mengenyampingkan banyak nilai-nilai Islami demi mengambil hati lembaga militer, bersekutu dengan AS dan berusaha bergabung dalam Uni Eropa.
Namun yang perlu diyakini bahwa sisi budaya jauh lebih menentukan sebab akar Islam yang diusung AKP adalah sebab utama kemenangannya tanpa mengenyampingkan, tentunya faktor-faktor lainnya. Nah alasan budaya ini pula yang menyebabkan Turki masih seret masuk ke rumah Uni Eropa.
Dibandingkan dengan anggota lama Uni Eropa yang ekonominya payah seminal Portugal, apalagi anggota baru asal Eropa Timur, juga Siprus dan Yunani, bergabungnya Turki sejatinya menambah kekuatan ekonomi blok ini. Namun ya itu tadi, Eropa yang Kristen masih sulit berdampingkan dalam satu klub dengan negeri berlatar belakang pusaka/tradisi Islam.
Terlepas dari seretnya Turki bergabung dalam Uni Eropa, yang jelas kemenangan AKP kali ini yang bertepatan dengan sedang berlangsung proses perubahan di sejumlah negara Arab, sedikit melegakan sambil menunggu munculnya ``al-hikmah yamaniyah`
Oleh: Musthafa Luthfi
Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Yaman
No comments:
Post a Comment