Search This Blog

Pages

 

Thursday, May 12, 2011

Perbankan Islam Bukan Yayasan Amal

“Bank Islam itu harusnya membantu umat Islam supaya bisa membeli rumah lebih murah,” kata sobatku suatu hari. “Kalau ternyata lebih mahal dari bank konvensional, apa itu bukan menzalimi umat Islam?”

Aku hanya tersenyum simpul mendengar komentar kawanku itu. Komentar-komentar seperti itu sudah biasa aku dengar dari mereka yang tidak mengetahui apa-apa mengenai Bank Islam.

Bank Islam itu sebenarnya sebuah usaha yang berorientasi bisnis. Kalau sudah namanya bisnis, pasti tujuannya untuk mencetak keuntungan sehingga mampu bertahan lebih lama. Bank Islam bukan yayasan amal yang tugasnya memberikan kredit murah bagi umat Islam. Tugas seperti sebenarnya ditanggung oleh baitul maal yang dikelola oleh pemerintah. Tapi adakah baitul maal di Negara kita sekarang ini?

“Tapi bang, ada sebuah bank A yang baru-baru ini mendapatkan hadiah nobel karena mampu membantu rakyat yang kurang mampu di Negara barat sana…masak bank Islam tidak mampu melakukan hal yang sama?” lanjut kawanku lagi.

“Kalau ada restoran yang mencantumkan logo halal, apakah kamu akan memaksakan restoran tersebut untuk menjual makanannya dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran?”

“Ya tentu tidak bang. Bangkrutlah restoran itu, mana mampu restoran tersebut membayar gaji pegawai dan sewa kedai”.

“Kalau begitu sama saja kan dengan perbankan Islam? Mereka sama-sama entity bisnis yang berusaha meraih keuntungan.”

Sama halnya dengan perusahaan-perusahaan lainnya, Bank Islam didaftarkan sebagai perusahaan yang mencari keuntungan. Bedanya dengan bank konvensional adalah Bank Islam mengikuti cara halal untuk mencari keuntungan.

Selain itu Bank Islam juga memiliki investor-investor yang berharap keuntungan dari investasi yang ditanamkan tersebut. Kalau anda jadi pemegang saham utama di bank tersebut, tentu saja anda menginginkan keuntungan. Betul tidak? Kalau tidak ada keuntungan, ya lebih baik beli tanah saja. Dalam beberapa tahun saja, harga tanah sudah berlipat ganda tanpa harus dihantui harus membantu umat Islam. Lain cerita kalau pemegang saham utama memang berniat beramal di perbankan Islam tersebut.

Perbankan Islam juga perlu membayar gaji pegawai-pegawainya yang setara dengan gaji di pasaran. Jangan hanya karena status Islamnya, gaji pegawai-pegawai tersebut lebih rendah dari pasaran untuk membahagiakan pelanggannya. Belum lagi membayar ongkos operasional bangunan dan peralatan-peralatannya. Kalau produk yang ditawarkan oleh Bank Islam sangat murah, bagaimana mereka mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama?

“Kalau begitu kasihan kan bang, mereka yang bergaji pas-pasan harus membayar cicilan yang tinggi di Bank Islam,” sambung kawanku lagi.

“Skenariomu tidak mungkin terjadi,” jawabku.

“Kenapa tidak mungkin?”

“Karena prinsip dalam Islam adalah jangan member hutang kalau kamu melihat orang tersebut tidak mampu membayarnya. Karena itu berarti menzalimi dia.”

Begitu juga dengan Bank Islam. Bank Islam tidak akan sembarangan menjual rumahnya kepada nasabah yang diketahui tidak mampu membayar cicilan dengan baik. Kalau malah diberikan, itu berarti bank tersebut telah berbuat zalim kepada nasabah tersebuh.

Jangan sampai kejadian yang melanda Amerika baru-baru ini dimana banyak pemilik rumah tidak mampu membayar cicilan rumah karena krisis ekonomi. Sebenarnya pemilik rumah ini termasuk dalam kategori beresiko tinggi untuk mendapatkan pinjaman bank. Tapi karena bank-bank itu ingin mengaet keuntungan sebanyak-banyaknya, mereka menurunkan batas terendah yang memungkinkan seseorang itu mendapatkan pinjaman rumah. Akibat ulah bank-bank tersebut, banyak yang terusir dari rumahnya sendiri.

Apakah anda ingin hal tersebut terjadi kepada umat Islam?

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Total Pageviews

Facebook

Blog Archive

Shout Box


ShoutMix chat widget

Followers

Copyright © 2011. SMART ZIKIR . Published by Ardisyam