Search This Blog

Pages

 

Monday, May 16, 2011

Ngaku Muslim tapi Ikut Memusuhi Islam



Jika ber-Islam hanya kita artikan sebagai ketaatan melaksanakan ibadah ritual semata, risiko yang digambarkan banyak ayat al-Qur'an tidaklah perlu ditakutkan. Orang kafir akan membiarkan ummat Islam tenggelam dalam ritual ibadahnya. Mereka tidak peduli apakah kita menjalankan shalat lima waktu atau ditambah shalat-shalat yang lain. Mereka tak hirau, apakah kita menjalankan puasa Ramadhan atau ditambah Senin dan Kamis.

Selama tidak beranjak dari ibadah ritual, selama itu pula ummat Islam akan aman-aman saja. Akan tetapi jika sudah mulai bergerak ke soal amar ma'ruf nahi munkar, mengkait-kaitkan agama dengan berbagai masalah kehidupan, baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya, maka pada saat itu kaum kafir langsung ambil ancang-ancang. Apalagi jika ummat Islam kemudian berbicara mengenai jihad dan perjuangan.

Ketika kita tenggelam dalam ibadah dan kekhusyu'an, mereka tidak peduli. Bahkan kalau perlu mereka akan ikut juga membangunkan sarana ibadah lengkap dengan segala fasilitas dan kemegahannya. Pada saat seperti itu, kita memang tidak bersinggungan sama sekali dengan kepentingannya. Akan tetapi persoalan akan menjadi lain jika kita mulai bicara tentang negara, bagaimana menata negara sesuai dengan mandat yang telah diberikan Allah kepada kita. Maka pertentangan segera terjadi.

Padahal kita tahu bahwa Islam bukan hanya mengajarkan ibadah ritual. Malah ajaran ritual dalam Islam tidak lebih dari 10 persen saja. Sembilan puluh persen sisanya berbicara soal kehidupan, baik di dunia maupun akhirat. Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Tidak satu sisi kehidupanpun yang vakum dari ajaran Islam.

Di sinilah letak persoalannya. Mereka berharap agar ummat Islam tidak membawa-bawa agamanya ke pentas kehidupan, padahal yang demikian itu mustahil bagi kita. Agama bagi mereka adalah urusan pribadi-pribadi (privat), tapi bagi kita sebaliknya, agama menjangkau batas-batas privat, publik, dunia global, bahkan hingga ke akhirat. Karenanya, Islam itu merupakan tuntunan agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sekaligus sebagai ideologi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam semesta.

Kaum sekuler jelas tak sepakat dengan pendirian itu. Mereka menghendaki agar urusan negara tidak dicampur dengan urusan agamanya. Bagi mereka, cukuplah agama hanya mengatur urusan akhirat, sementara urusan dunia biar diurus dengan ideologi dunia. Mereka menghendaki agar ummat Islam cukup mengurus masjid saja, sementara urusan negara diserahkan kepada orang lain yang lebih acuh terhadap aturan agama.

Kepada mereka harus kita jawab bahwa dunia dan akhirat adalah milik Allah. Bumi dan langit beserta seluruh yang ada di antara keduanya adalah milik-Nya dan berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Sedangkan kita hanyalah orang yang diberi mendat untuk mengatur kehidupan di dunia sesuai dengan kehendak-Nya.

Dunia ini bukan milik perorangan, baik yang bernama raja, sultan, presiden, atau juga preman. Dunia ini juga bukan milik orang banyak, seperti koperasi, perusahaan, suku, bangsa, negara, atau rakyat banyak. Bumi ini tetap milik Allah dan selamanya akan tetap menjadi milik-Nya. Dialah owner, komisaris, dan pemilik satu-satunya. Oleh karenanya, dalam penyelenggaraan dunia dan negara harus disesuaikan dengan kehendak pemiliknya. Merupakan perampasan hak jika ada yang mengklaim dirinya sebagai penguasa sebuah negara.

Keyakinan seperti ini ditantang habis-habisan oleh kaum sekuler. Mereka merasa bahwa penyelenggaraan negara harus diputus dari keterikatannya dengan Tuhan. Bahkan mereka meyakini bahwa urusan dunia cukup diurus oleh manusia saja, sebab manusialah yang paling mengetahui kebutuhannya. Tuhan cukup duduk di singgasana-Nya ('arsy), tak perlu turun ke bumi, ikut-ikutan mengatur urusan manusia. Sebab ikut campurnya aturan Tuhan bagi mereka hanya akan menghalangi berbagai keinginan mereka terhadap dunia.

Dua keyakinan yang berbeda ini tentu saja akan bertemu di lapangan. Orang-orang sekuler bertemu dengan kaum muslimin dalam posisi berhadap-hadapan. Maka konflik itu sewaktu-waktu dapat meledak menjadi perseteruan yang dahsyat. Perseteruan itu tidak hanya berlangsung sesaat, tapi akan terjadi dalam waktu yang amat panjang, sepanjang umur agama dan keyakinan sekuler itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan konflik yang bakal terjadi itulah, kemudian Allah mengungkapkan berbagai rencana jahat merekaterhadap ummat Islam. Semakin keras usaha kita merealisasikan gagasan-agasan keislaman dalam berbagai bidang kehidupan, semakin keras pula perlawanan mereka kepada kita. Jika mereka tidak dalam keadaan berkuasa, mereka menggunakan cara-cara teror sebagai bentuk perlawanannya. Akan tetapi jika sedang berkuasa, mereka gunakan kekuasaannya untuk memberangus dan memaksa kita.

"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya." (QS al-Anfaal: 30)

Yang lebih menyakitkan lagi bahwa kaum sekuler ini mengaku dirinya sebagai muslim juga, bahkan mereka juga menjalankan ritual-ritual Islam.

Tidak sedikit di antara mereka yang sudah menyandang gelar haji. Bahkan ada yang secara rutin melaksanakan ibadah sunnah, seperti puasa Senin dan Kamis. Secara pribadi mereka adalah muslim, tapi secara jama'i, mereka berpegang pada ajaran dan ideologi lain. Islam mereka hanya secara fungsional, sedangkan secara struktural mereka malah menghadapi Islam. Keberpihakannya dalam masalah-masalah kehidupan tidak pada Islam, tapi cenderung membenarkan sistem, ideologi, dan keyakinan musuh Islam.

Dalam hal memilih pemimpin, misalnya, mereka tak menghiraukan urusan agama. Bagi mereka, siapapun bisa dipilih menjadi pemimpin asal sesuai kepentingannya. Soal
agama, itu urusan sendiri-sendiri. Padahal al-Qur'an membimbing kita agar lebih berhati-hati dalam memilih pemimpin. Secara tegas malah kita dilarang memilih pemimpin di luar Islam. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS an-Nisaa: 144)
Orang yang mengaku muslim tapi memilih pemimpin dari golongan orang-orang kafir telah dinyatakan Allah sebagai kaum munafiq, sebagaimana firman-Nya, 
"Kabarkanah kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan itu kepunyaan Allah." (QS an-Nisaa: 138-139)
Bukan hanya orang yang jelas-jelas kekafirannya saja yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan pemimpin, tapi juga mereka yang tidak jelas-jelas memihak kepada Islam. Seseorang yang tidak jelas pemihakannya terhadap Islam dan perjuangannya menegakkan Islam, mereka tak layak diangkat sebagai pemimpin. Walapun mereka itu mempunyai hubungan dekat, baik karena kekerabatan maupun karena pertemanan. Allah berfirman, 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS at-Taubah: 23)

Orang-orang kafir, baik Yahudi, Nasrani, maupun orang-orang yang fasik tak layak menjadi pemimpin. Jangankan dijadikan pemimpin sedangkan dijadikan teman akrab saja tidak diperkenankan. Allah berfirman, 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahami." (QS Ali Imraan: 118)
Militansi mereka untuk melawan segala kekuatan ummat tak diragukan lagi. Mereka tak segan-segan mengeluarkan harta bendanya, juga tenaga, fikiran, bahkan jiwanya sekaligus.

Perhatikanlah caci-maki mereka, baik yang dilakukan secara kasar, di jalan-jalan maupun di mimbar bebas maupun yang dikemas dalam teori-teori yang seakan-akan ilmiah, padahal sangat bias dengan berbagai kepentingan. Melalui kata-kata, mereka berusaha memadamkan cahaya Islam. Kata-kata itu bisa dalam bentuk rekaman atau bentuk cetakan, seperti koran dan majalah. Untuk kepentingan ini mereka menguasai media. Baik cetak maupun elektronik. 
"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai." (QS at-Taubah: 32)
Melalui media mereka membuat opini, menciptakan citra buruk pada Islam dan para aktivisnya. Dengan cara itu para pejuang pergerakan Islam di mana-mana ditakuti, diisolir dan akhirnya dibenci, bukan hanya oleh kalangan kafir tapi juga kalangan muslim sendiri.

Melalui media juga mereka adu domba antar kekuatan Islam. Mereka jadikan antar kekuatan Islam saling bersaing, saling berebut. Dan untuk itu mereka jadikan mereka saling tersinggung, saling marah, dan akhirnya saling membenci. Kekuatan Islam menjadi berantakan.

Luar biasa usaha yang mereka lakukan untuk menghalang-halangi kebangkitan Islam. Akan tetapi satu hal yang pasti bahwa Islam tetap akan jaya, sepanjang ummatnya tetap berpegang teguh pada ajarannya. Allah selalu berpihak kepada kebenaran dan orang-orang yang membawa dan memperjuangkannya.

Sumber: Hidayatullah.com

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Total Pageviews

Facebook

Blog Archive

Shout Box


ShoutMix chat widget

Followers

Copyright © 2011. SMART ZIKIR . Published by Ardisyam