Sebuah lembaga pengamat HAM (Human Right Watch) di New York, mendesak PBB agar badan itu segera bertindak menyelamatkan komunitas Muslim Myanmar. Imbauan itu disampaikan berkaitan kunjungan utusan khusus PBB untuk Myanmar bulan depan ke negara yang terletak di Asia Selatan itu. Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin Myanmar sampai saat ini masih diperangi kelompok mayoritas Budha di negara tersebut.
Dalam laporan 12 halaman yang dirilis khusus untuk kunjungan utusan PBB tersebut, lembaga HAM yang bermarkas di New York itu mencantumkan data kasus-kasus serangan yang dialami Muslim Myanmar. Aksi pemberangusan kebebasan beragama, kata lembaga itu, masih terus dialami komunitas Muslim Myanmar. Demikian Agence France-Presse (AFP) melaporkan.
"Pemerintah Myanmar semestinya harus melindungi hak-hak Muslim di negeri tersebut. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pemerinta malah memberlakukan larangan-larangan terhadap aktivitas keagamaan kaum Muslimin. Mereka juga tidak menjatuhkan hukuman terhadap orang-orang yang bertanggungjawab memusnahkan rumah-rumah dan masjid-masjid kaum Muslimin," lapor AFP mengutip pernyataan direktur lembaga HAM itu, Mike Jendrzeiczyk.
Aksi kekerasan yang menimpa kaum minoritas Muslim dipicu oleh kemarahan umat Buddha Myanmar yang merupakan kelompok mayoritas di negara itu. Mereka marah ketika pemerintah Taliban (semasih berkuasa) pada bulan Maret 2001 silam, menghancurkan candi-candi Budha kuno yang ada di Afghanistan.
Di sejumlah kota di luar ibukota Yangoon, lembaga HAM itu mengaku, mereka menerima sejumlah laporan yang bisa dipercaya tentang keterlibatan para perwira intelijen militer Myanmar dalam mendalangi aksi kekerasan anti-Muslim. Lembaga HAM itu berani bersumpah, lapor AFP, bahwa mereka memiliki bukti-bukti itu.
Aksi kekerasan terburuk terjadi pada bulan Mei dan September tahun lalu, ketika krisis ekonomi Myanmar jatuh pada tingkat paling parah. Di Taungoo, wilayah utara Yangoon, lebih dari 1000 massa yang dipimpin para biksu Buddha yang marah, menyerang dan membakar toko-toko Muslim, rumah-rumah dan masjid-masjid.
Dalam peristiwa itu sedikitnya 9 orang warga Muslim meninggal dunia. Para saksi mata menyebutkan, massa beringas yang dipimpin para biksu itu menyerang kelompok Muslim secara brutal. Menyusul peristiwa itu, kebebasan beribadah dan bepergian kaum Muslimin Myanmar kian dipersulit. Bahkan kaum Muslimin tak lagi bisa bebas beribadah sesuai dengan keyakinan Islam. Sejumlah negara Islam telah melayangkan protes dan keprihatinannya atas penghancuran HAM kaum Muslimin Yanmar.
Utusan khusus PBB, Razali Ismail, bekas dubes Malaysia, akan melakukan kunjungannya yang ke-8 kali ke Myanmar pada tanggal 2 Agustus 2002. Razali diharapkan bisa bertemu dengan para petinggi, termasuk dengan pihak junta militer Myanmar. Ia juga diharapkan dapat menemui pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi.
Sebuah laporan lembaga HAM belum lama ini, menyebutkan bahwa junta militer Myanmar telah melakukan perkosaan secara sistematis terhadap kaum wanita Muslim. Militer Myanmar telah menggunakan kekuatan senjatanya untuk menghabisi wanita Muslim setelah mereka memperkosanya.
Laporan yang dibuat Shan Human Rights Foundation dan Shan Women's Action Network memuat dalam dokumen laporannya tentang 625 orang gadis dan wanita di negara Shan, yang diperkosa para tentara Myanmar. Kebanyakan peristiwa itu terjadi antara tahun 1996 hingga 2001.
Namun pemerintah Myanmar pada tanggal 10 Juli 2002, dalam sebuah siaran resminya menuduh, bahwa dua lembaga HAM yang memuat laporan tentang kasus perkosaan oleh militer, adalah konspirasi yang dilakukan dengan kelompok pemberontak Shan United Revolutionary Army. Konspirasi itu juga, tuduh junta militer Myanmar, melibatkan Washington. (stn/iol)
Sumber: EraMuslim
Tanggal Publikasi: 19/07/2002 15:49