Berikut ini adalah sebuah tulisan singkat bagaimana kedudukan kita dalam mempelajari ilmu-ilmu agama. Karena saya seorang "engineer" , maka saya suka menggunakan gambar-gambar untuk memudahkan penjelasan.
Diagram di atas saya buat untuk memudahkan pemahaman dimana posisi kita ketika melaksanakan hukum-hukum Islam yang menyangkut dengan fiqh.
Sebagai orang awam, kita tidak langsung mengambil hukum-hukum baik dari al-Qur'an ataupun as-Sunnah secara langsung. Kita memerlukan ulama-ulama al-Quran, ulama-ulama hadist dan ulama-ulama fiqh untuk menghasilkan hukum-hukum syari'ah dan menerangkan kepada kita.
Ulama fiqh sendiri tidak langsung mengambil mentah-mentah dari al-Quran dan hadist, tetapi mereka menggunakan hasil penelitian ulama-ulama al-Qur'an dan Hadist. Ini dikarenakan ilmu-ilmu yang menyangkut al-Quran dan Hadist sudah cukup rumit. Apalagi kalau harus ditambah dengan ilmu-ilmu fiqh. Seberapa rumitnya ilmu-ilmu tersebut dapat dibaca dari penjelasan-penjelasan di bawah ini.
Ulama-ulama al-Qur'an harus menguasai ilmu-ilmu di bawah ini:
- Ilmu tajwid yang membaguskan bacaan lafadz AL-Quran
- Ilmu qiraat (bacaan) Al-Quran, sepertiqiraah-sab'ah yang bervariasi dan perpengaruh kepada makna dan hukum.
- Ilmu tafsir, yang mempelajari tentang riwayat dari nabi SAW tentang makna tiap ayat, juga dari para shahabat dan para tabi'in dan atbaut-tabi'in.
- Ilmu tentang asbababun-nuzul, yaitu sebab dan latar belakang turunnya suatu ayat.
- Ilmu tentang hakikat dan majaz yang ada pada tiap ayat Quran
- Ilmu tentang makna umum dan khusus yang dikandung tiap ayat Quran
- Ilmu tentang muhkam dan mutasyabihat dalam tiap ayat Quran
- Ilmu tentang nasikh dan mansukh dalam tiap ayat Quran
- Ilmu tentang mutlaq dan muqayyad, manthuq dan mafhum
- Ilmu tentang i'jazul quran, aqsam, jadal, qashash dan seterusnya
Melihat betapa kompleknya ilmu-ilmu al-Qur'an tersebut, hampir bisa dipastikan orang awam tidak memiliki kemampuan untuk menafsirkan al-Qur'an secara langsung. Kalau ada yang mencoba menafsirkannya, maka yang didapat adalah hasil tafsiran yang cacat dan menyeleweng. Itulah yang terjadi kepada "
orang awam nomor 7" di gambar tersebut. Apa yang bisa dilakukan oleh orang awam adalah merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang dihasilkan oleh ulama-ulama tafsir al-Qur'an yang muktabar yaitu ulama-ulama tafsir yang sudah diakui oleh kalangan akademisi Islam. Jadi bukannya kitab-kitab tafsir yang dihasilkan oleh ulama-ulama al-Qur'an yang tidak diketahui kapasitas keilmuwannya.
Ulama Hadist
Seperti yang kita ketahui bahwa hadist-hadist itu berjumlah puluhan ribu. Di antaranya ada yang berulang, ada yang shahih, dhaif, palsu, dsb. Lalu bagaimanakah kita mengetahui mana hadist-hadist yang shahih, dhaif ataupun palsu? Disitulah kapasitas ulama-ulama hadist diperlukan. Mereka memiliki ilmu dan alat untuk menyeleksi hadist-hadist tersebut. Bisa dikatakan, ilmu-ilmu hadist adalah ilmu "
science" Islam yang sangat kompleks. Tidak ada ilmu-ilmu agama lainnya di dunia ini yang mampu menyaingi kerumitan ilmu hadist. Hanya mereka-mereka yang memiliki otak-otak brilian sajalah yang mampu menguasai ilmu ini. Kalau tidak percaya coba hitung ada berapa ulama-ulama hadist di Indonesia saja. Sangat...sangat sedikit.
Ilmu-ilmu yang perlu dikuasai oleh para ulama hadist adalah sebagai berikut:
- Ilmu tentang sanad dan jalur periwayatan serta kritiknya
- Ilmu tentang rijalul hadits dan para perawi
- Ilmu tentang Al-Jarhu wa At-Ta'dil
- Ilmu tentang teknis mentakhrij hadits
- Ilmu tentang hukum-hukum yang terkandung dalam suatu hadits
- Ilmu tentang mushthalah (istilah-istilah) yang digunakan dalam ilmu hadits
- Ilmu tentang sejarah penulisan hadits yang pemeliharaan dari pemalsuan
Nah orang-orang yang menolak hadist ini adalah mereka yang ingin menafsirkan hadist-hadist itu sendiri tanpa memiliki ilmu. Akibatnya hadil tafsirannya mereka menjadi menyesatkan hingga banyak dikritik secara hebat oleh ilmuwan-ilmuwan hadist. Karena merasa putus asa, mereka memutuskan untuk meninggalkan hadist sama sekali dan berlindung dari alasan bahwa hadist-hadist itu banyak tidak benarnya. Jadi umat Islam tidak perlu mengikuti hadist, cukup dengan al-Qur'an saja. Mereka inilah yang disebut dengan anti-Hadist. Mereka menganggap remeh ilmu-ilmu hadist, karena mereka jahil terhadap ilmu tersebut.
Ulama Fiqh/Ushul Fiqh
Setelah memiliki kitab-kitab tafsir al-Qur'an dan kitab-kitab Hadist berserta tafsirannya, selesaikah urusan disitu? Dengan kata lain mampukah kita sebagai orang awam untuk berijtihad sendiri berdasarkan kedua sumber tersebut? Jawabannya adalah tidak. Orang awam masih memerlukan ulama-ulama Fiqh/Ushul Fiqh guna mengeluarkan hukum-hukum Islam dari kedua sumber tersebut. Analoginya adalah ulama-ulama Fiqh/Ushul Fiqh adalah sebagai tukang masak yang mengambil bahan-bahan mentah dari ulama-ulama tafsir dan hadist. Sebagai tukang masak, hasil masakannya pun bisa berbeda tergantung dari lokasi dan lingkungan sosial setempat, juga tergantung bagaimana cara mereka meracik hadist-hadist dan tafsir al-Quran tersebut. Bisa saja mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang mengimplimentasikan sebuah ayat al-Qur'an. Bisa saja mereka berbeda pendapat dalam penggunaan sebuah hadist untuk mengeluarkan hukum-hukum agama.
Ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menjadi ulama-ulama Fiqh/Ushul Fiqh adalah:
- Ilmu tentang sejarah terbentuknya fiqih Islam
- Ilmu tentang perkembangan fiqh dan madzhab
- Ilmu tentang teknis pengambilan kesimpulan hukum (istimbath)
- Ilmu ushul fiqih (dasar-dasar dan kaidah asasi dalam fiqih)
- Ilmu qawaid fiqhiyah
- Ilmu qawaid ushuliyah
- Ilmu manthiq (logika)
- Ilmu tentang iIstilah-istilah fiqih istilah fiqih madzhab
- Ilmu tentang hukum-hukum thaharah, shalat, puasa, zakat, haji, nikah, muamalat, hudud, jinayat, qishash, qadha', qasamah, penyelenggaraan negara dan seterusnya.
Sangatlah naif kalau ada orang awam yang mengingkari kontribusi ulama-ulama fiqh/ushul fiqh tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka mampu mengeluarkan hukum sendiri. Padahal kajian atau penelitian dari ulama-ulama fiqh saja bisa beragam dan terkelompok ke dalam mazhab-mazhab. Mazhab ini bisa dikatakan sebagai pengelompokan ilmuwan-ilmuwan fiqh yang menggunakan metodologi yang sama ketika mengeluarkan hukum-hukum agama. Jadi ulama-ulama fiqh dikatakan bermazhab Syafi'i apabila menggunakan metodologi-metodologi yang dibangun oleh Imam Syafi'i ketika beliau mengeluarkan ijtihad dalam hukum-hukum agama. Sebagai orang awam apa yang kita punya. Nothing, tidak ada sama sekali. Jadi apa yang perlu dilakukan oleh orang awam?
Orang Awam
Orang awam memerlukan seseorang yang mengerti ilmu agama untuk menerangkan hukum-hukum fiqh kepada mereka. Disinilah mereka memerlukan seorang guru, ustadz, atau apa saja untuk menjelaskan hukum-hukum tersebut. Dimana guru-guru atau ustadz-ustadz ini memiliki kemampuan untuk memahami hasil-hasil kajian para ulama fiqh.
Apa yang ustadz-ustadz ini biasa lakukan adalah menerangkan apa yang perlu dibuat oleh orang awam menurut mazhab tertentu. Biasanya mereka tidak menjelaskan dalil-dalil mengapa orang awam perlu melakukan hal tersebut. Dalam hal ini kedudukan orang awam dalam keadaan taqlid yaitu mengikuti apa yang dikatakan oleh ustadz tersebut. Kalau ustadz tersebut mengatakan bahwa hanya apa yang diajarkan oleh olah ustadz itu saja yang betul, maka orang awam akan percaya mentah-mentah. Kalau ustadz tersebut mengatakan ajaran selain ustadz adalah tidak sunnah, maka orang awam percaya mentah-mentah. Di sinilah seorang ustadz bisa membuat orang awam menjadi taqlid buta dan tidak bisa menerima pendapat yang lain. Itulah yang mungkin terjadi pada
orang awam 1 ataupun 3. Walaupun orang awam 1 dan 3 termasuk dalam golongan ahlussunnahwaljama'ah, prilaku mereka tidak sunnah sama sekali.
Jadi apa yang mereka perlu lakukan adalah selalu bertanya kepada ustadz yang mengajar mereka, apa dalil-dalil disebalik hukum-hukum agama yang diajarkan ustadz tersebut. Disini prilaku orang awam tersebut menjadi lebih sunnah karena tidak mengikuti dan percaya bulat-bulat.
Kalau orang awam tersebut memiliki keinginan untuk belajar sendiri dari kitab-kitab ulama fiqh, maka itu lebih baik lagi seperti yang dilakukan oleh
orang awam 2, 4 dan 6. Tentu saja ini memerlukan usaha dan waktu lebih, dan tidak semuanya mampu melakukan hal tersebut. Apalagi sampai harus meniliti dari kitab-kitab dari mazhab lain. Ini makin susah saja. Oleh sebab itu kita bisa memanfaatkan hasil kajian ulama-ulama fiqh terkini yang melakukan fiqh perbandingan.
Ulama Fiqh Perbandingan
Apa yang dilakukan oleh ulama-ulama fiqh perbandingan adalah membandingkan hukum-hukum yang terhasil dari kajian berbagai mazhab dan memilih mana yang lebih kuat dan relaistis berdasarkan kondisi sekarang ini. Terkadang orang menuduh, kalau menggunakan hasil kajian ulama-ulama fiqh perbandingan ini maka dianggap sebagai tidak bermazhab dan haram hukumnya. Padahal mazhab-mazhab itu lebih terkait ketika mengeluarkan hukum-hukum Islam. Sedangkan orang awam sendiri bebas mengikuti pendapat manapun yang mereka suka selama masih dalam koridor syari'ah. Dalam hal ini ulama-ulama telah menetapkan syarat-syarat tertentu bagi orang awam untuk menagmbil pendapat dari mazhab lain. Ini untuk menghindarkan orang awam hanya mengambil pendapat-pendapat yang lemah saja dari mazhab-mazhab yang ada.
Ilmu-Ilmu Lainnya
Selain ilmu-ilmu yang disebutkan diatas, para ulama al-Qur'an, hadist, dan fiqh juga memerlukan ilmu-ilmu berikut ini.
Ilmu-ilmu yang terkait dengan bahasa Arab:
- Ilmu Nahwu (gramatika bahasa arab)
- Ilmu Sharaf (perubahan kata dasar)
- Ilmu Bayan
- Ilmu tentang Uslub
- Ilmu Balaghah
- Ilmu Syi'ir dan Nushus Arabiyah
- Ilmu 'Arudh
Ilmu-ilmu yang terkait dengan sejarah:
- Tentang sirah (sejarah nabi Muhammad SAW)
- Tentang sejarah para nabi dan umat terdahulu dan bentuk-bentuk syariat mereka
- Sejarah tentang Khilafah Rasyidah
- Sejarah tentang Khilafah Bani Umayyah, Bani Abasiyah, Bani Utsmaniyah dan sejarah Islam kontemporer.
Ilmu-ilmu kontemporer:
- Ilmu politik dan perkembangan dunia
- Ilmu ekonomi dan perbankan
- Ilmu sosial dan cabang-cabangnya.
- Ilmu psikologi dan cabang-cabangnya
- lmu hukum positif dan ketata-negaraan
- Ilmu-ilmu populer
Melihat betapa kompleksnya ilmu-ilmu agama yang diperlukan, maka adalah kehilangan yang sangat besar apabila ulama-ulama yang ahli dibidangnya ditarik satu-persatu oleh Allah tanpa ada penggantinya. Maka kematian ulama-ulama inilah yang patut ditangisi, bukannya kematian tokoh-tokoh filem, istana, olahraga ataupun politik. Juga sangat tidak sepatutnya kita menghina dan menganggap remeh ulama-ulama tersebut, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang.
Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin bertanya apa yang salah dengan
orang awam 8?
Rujukan:
1. Daftar ilmu-ilmu agama, saya ambil dari tulisan Ahmad Syarwat.
2. Diagram diatas adalah berdasarkan pemahaman saya yang disederhanakan. Yang sesungguhnya bisa lebih rumit dari itu.